Tanpa Harus buat Skripsi, Mahasiswa Bisa Lulus
Dalam sebuah diskusi merdeka belajar hari ini, menunjukan bahwa sebuah penulisan karya ilmiah yang dipublish secara scientific apakah dapat dijadikan alat untuk mengukur sebuah kompetensi skill ketrampilan
Banyaknya program studi yang ada, tidak semua kompetensi bisa diukur menggunakan skripsi, yang sebelumnya memang mahasiswa sarjana dan sarjana terapan harus wajib membuat skripsi, sedangkan untuk magister wajib menerbitkan makalah di jurnal dan doktoral wajib menerbitkan makalah di jurnal internasional.
Menteri pendidikan menilai yang wajib dinilai kemampuannya adalah bagaimana seorang lulusan perguruan tinggi dapat mengimplementasikan antara teori yang didapatkan dengan proyek yang ada dilapangan.
Harusnya untuk dapat mengukur pencapaian standar kelulusan ini bukan dari kemendikbud ristek yang menentukan, akan tetapi dari kepala prodi yang memiliki kemerdekaan untuk menentukannya
Sehingga standar kelulusan diperguruan tinggi tidak hanya berbentuk skripsi, tesis ataupun disertasi, sehingga perguruan tinggi dapat merumuskan kompetensi sikap dan ketrampilan yang terhubung satu sama lainnya. Jadi perguruan tinggilah nantinya yang dapat memutuskan kelulusan ke setiap program studi masing-masing.
Kemudian untuk pengujian kompetensi menggunakan skripsi, tesis dan desertasi memang tidak dilarang, dan kementerian menyerahkan hal itu kepada perguruan tinggi yang bersangkutan.
Kemudian untuk S2 dan S3 terapan masih wajib diberikan tugas akhir namun tidak wajib untuk diterbitkan di jurnal dan untuk sarjana strata satu tidak lagi harus menuliskan skripsi namun dapat diganti dengan yang lainnya dan keputusan ini memang memberikan kepercayaan tinggi kepada perguruan tinggi yang bersangkutan.
Kemudian dari pada itu jika memang program studi yang bersangkutan dapat bertransformasi dengan tekonolgi dan evolusi industri maka dapat dipertimbangkan kelulusannya dengan beberapa cara yang memang tidak membebankan mahasiswa lainnya.